Sabtu, 12 September 2020

Wulan Sari : Pendiri Sekolah Untuk Para Pemulung


Wulan Sari
Pendiri Sekolah Untuk Para Pemulung
                                                            Penulis : Suhermi Widiastuti

            Wulan Sari,  lahir di Jogja, 25 Maret 1970 adalah seorang ibu rumah tangga pada umumnya. Namanya kemudian dikenal dikalangan pemulung daerah Bantargebang sebagai pendobrak angka buta huruf pada anak-anak pemulung usia sekolah. Pendiri sebuah sekolah gratis untuk para pemulung yang diberi nama PKBM Al Falaah. Sari, begitu panggilan beliau, lahir dari keluarga cukup terpandang tetapi bukan dari keluarga yang memiliki latarbelakang kalangan guru atau pendidik. Ayah beliau bekerja di pabrik gula, dan ibu beliau sebagai ibu rumah tangga yang menghabiskan banyak waktunya untuk berkegiatan sosial disela-sela kesibukannya sebagai seorang ibu.         
            Sari tumbuh menjadi seorang anak yang memiliki jiwa sosial yang tinggi berawal dari kebiasaan sang ayah sering mendongeng kepada anak-anaknya tentang kehidupan masyarakat kalangan bawah untuk menumbuhkan jiwa sosial bagi anak-anaknya. Bahkan ketika liburan tiba, sang ayah sering mengirim Sari kecil untuk berlibur di lingkungan bantaran sungai, dan dia dititipkan untuk tinggal bersama pembantunya selama menghabiskan masa liburan guna mengikuti kegiatan sehari-hari para pemulung di sekitar bantaran sungai itu. Kegiatan inipun menuai hasil, karena Sari tumbuh menjadi seseorang yang memiliki kepekaan tinggi kepada lingkungan sekitarnya terlebih bagi kalangan tidak mampu. Kerap menyisihkan uang jajannya untuk diberikan kepada para fakir miskin, bahkan berkeliling mencari para pengemis, pengamen atau pemulung untuk memberikan sumbangan dari uang jajan yang dikumpulkannya. Sari kecil memiliki mimpi besar, ketika nanti memiliki kemampuan untuk menolong fakir miskin, memberikan tempat berteduh agar mereka tak lagi didera hujan dan teriknya matahari, dan aku ingin bisa mendirikan sekolah agar mereka bisa mengejar cita-cita setinggi cita-citaku dan jutaan anak-anak di luar sana.Yang saat itu belum mampu Ia wujudkan.
            Setelah menikah tahun 1996, kemudian sekitar tahun 2006 Sari hijrah ke Bekasi. Namun karena tinggal di perumahan elit maka Sari kesulitan untuk mencari para fakir dan dhuafa di lingkungannya. Terlebih sebagai ibu rumah tangga yang memiliki anak-anak yang masih kecil sulit baginya untuk bermobilitas secara bebas. Hal ini tentu saja membuat hatinya resah seperti ada yang mengganjal dalam hatinya. Ia kerap meminta sang suami untuk mengantarkannya berkeliling mencari para dhuafa untuk menyalurkan dana yang Ia sisihkan dari uang belanja bulanan yang diterimanya.
            Hingga suatu ketika karena ketidaksengajaan, Sari menemukan satu perkampungan kumuh diantara tumpukan-tumpukan sampah di lokasi pembuangan sampah akhir Bantargebang. Lokasi tempat pembuangan sampah akhir di Bantargebang ini dipenuhi oleh rumah-rumah semi permanen di sekitarnya, bahkan terkesan sangat tidak layak huni. Rumah-rumah bedeng yang terbuat dari papan-papan dan kayu-kayu bekas bahkan diantaranya dilapisi oleh kardus-kardus yang jika musim penghujan tiba kondisinya sangat memprihatinkan. Di lokasi inilah juga dihuni oleh para pendatang dari berbagai daerah di Indonesia untuk mengadu nasib menjadi pemulung. Banyak permasalahan sosial yang terjadi dalam lingkungan ini, antara lain adalah masalah pemenuhan akan pendidikan bagi anak-anak yang tinggal disana.
            Hatinya trenyuh melihat banyak anak usia sekolah justru tidak bersekolah. Kondisi ini yang membuat Sari berkeinginan mewujudkan mimpinya untuk membuat sekolah gratis untuk para fakir miskin. Sari meminta kepada warga setempat untuk meminjamkan mushola yang hanya berupa bedeng dari papan-papan bekas untuk dijadikannya tempat belajar bagi anak-anak mereka yang bersungguh-sungguh mau belajar secara gratis.
            Akhirnya bulan Juli 2007 sekolah Al Falaah untuk para pemulung ini resmi didirikan. Dengan kondisi masih sangat tidak layak, namun optimisme Sari sangat luar biasa. Tentu saja awalnya tidak mudah dilalui. Banyak kenadala yang dihadapi terlebih dari masyarakat lingkungan tersebut. Intimidasi, ancaman dan cacian kerap diterimanya. Tetapi hal ini tidak menyurutkan niat yang telah tertanam kuat dalam diri Sari. Awalnya masyarakat lingkungan tersebut mengira bahwa apa yang dilakukan Sari adalah upaya untuk mencari uang dan ketenaran dengan mengexploitasi anak-anak pemulung itu. Bahkan sering pula oknum-oknum tertentu yang memeras dengan memintanya sejumlah uang. Proses yang sangat sulit ini mampu Sari lalui akhirnya.
            Di masa-masa awal, Sari mampu mengumpulkan 60 siswa berumur 3 sampai 6 tahun. Namun kendala selanjutnya yang kemudian dialaminya adalah penyediaan tenaga pengajar. Karena Sari sendiri tidak memungkinkan untuk datang setiap hari ke Bantargebang. Proses pencarian tenaga pengajarpun tidak dengan mudah diperoleh. Beberapa kandidat telah mencoba untuk membantunya, namun banyak juga yang akhirnya berguguran dengan kondisi lingkungan tempatnya mengajar diantara tumpukan sampah dengan bau yang menyengat juga dikerubungi lalat-lalat. Hingga akhirnya Sari menemukan seorang ibu rumah tangga yang memiliki keinginan kuat untuk membantunya mengajar. Dengan beliaulah Sari bisa bersinergi untuk memberikan sumbangsihnya kepada anak-anak pemulung, melalui sekolah yang didirikannya.
            Kendala yang terkait dengan proses belajar mengajar tentu wajar terjadi mengingat latar belakang anak-anak ini. Anak-anak didik Sari yang berasal dari lingkungan seperti ini tentu saja cukup menyulitkan baginya dan guru-guru untuk dididik seperti sebuah sekolah pada umumnya. Misalkan berkaitan dengan kebersihan, hal ini sangat sulit diterapkan pada awalnya karena mereka hidup di kelilingi oleh tumpukan sampah-sampah yang menggunung. Bahkan untuk kebersihan badan mereka sendiri pun sangat tidak mudah diterapkan. Terkadang untuk datang ke sekolahpun tidak mandi dan berganti pakaian. Namun tantangan-tantangan ini lambat laun dapat diatasi. Tak ada perjuangan yang tidak menuai hasil jika bersungguh-sungguh untuk memperjuangkannya. Meski pencapaian masih jauh dari harapan seorang Sari. Mewujudkan sebuah sekolah gratis untuk anak-anak pemulung secara berkualitas dan islami.
            Kondisi sekolah yang sangat tidak layak ini membuat Sari berfikir untuk bisa mendirikan sekolah dengan gedung permanen yang layak. Namun terkendala dengan pembiayaan yang tentu saja tidak sedikit. Namun Allah mengirimkan seseorang yang tidak dikenalnya untuk mewakafkan sebidang tanah tidak jauh dari lokasi sekolah. Pertolongan Allah begitu dekat, ketika dengan sungguh-sungguh memohon ditengah ketidakberdayaannya, Allah mengirimkan pertolongan lewat jalan yang tidak disangka-sangka. Tahun 2010, sekolah mulai dibangun  dilahan 1500 m2. Kesulitan-kesulitan finansial selama pembangunan dan penyediaan fasilitas serta operasionalnya lagi-lagi dapat diatasi dari jalan yang tidak terduga.
            Begitulah, Sari mendirikan Al Falaah sebagai sekolah non formal yang resmi terdaftar di Diknas sebagai Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat atau PKBM. Atau yang lazim disebut dengan Paket A, Paket B dan Paket C. Sari memilih PKBM sebagai jalur lembaga pendidikan karena segmennya adalah anak-anak pemulung yang cenderung keluar masuk mengikuti orangtuanya yang kadang-kadang pulang kampung berbulan-bulan lalu masuk kembali dan memohon untuk bisa bersekolah lagi.
            Kurikulum yang digunakan sama seperti PKBM yang lain. Kurikulum yang mengacu ke Diknas dengan mata pelajaran dasar yang diujikan pada Ujian Nasional. PKBM Al Falaah sudah resmi terdaftar dan memiliki hak untuk mencantumkan nama lembaga di ijazah siswa. Ijazah ini resmi dan bisa digunakan untuk melanjutkan sekolah di jenjang universitas .
            Untuk PKBM Al Falaah, Sari menambahkan muatan agama dan penekanan life skill untuk siswa Paket C atau setara SMA. Mata pelajaran sama persis dengan sekolah formal lainnya. Bahkan ada mata pelajaran dan praktek wirausaha untuk siswa Paket C atau setara SMA. Untuk ekstra kurikuler, diajarkan Bahasa Jepang yang diajarkan oleh volunteer alumni mahasiswa Jepang juga beberapa keterampilan lainnya.
            Untuk proses mengkampanyekan pentingnya sebuah pendidikan dan sebagai syiar islam maka kegiatan yang juga dilakukan adalah dengan mengadakan taklim untuk ibu-ibu pemulung secara rutin. Penyuluhan, bimbingan, dakwah, home visit, personal approach, serta untuk terjun mengulurkan tangan ketika terjadi emergency dan ada umat yang membutuhkan uluran tangan.
            Tahun 2012 sampai dengan tahun 2017, Sari mengikuti sang suami bertugas di Paris, Perancis. Kondisi Al Falaah sudah bisa terkondisikan dengan baik. Di bantu beberapa rekan-rekan Sari untuk menjalankan sekolah yang dengan susah payah dirintisnya. Kini Sari tinggal di negara Malaysia, masih mengikuti suami bertugas. Al Falaah sudah menjelma menjadi sebuah sekolah gratis untuk para pemulung yang layak untuk menjadi tempat menuntut ilmu bahkan tidak kalah dengan sekolah lainnya. Beberapa volunteer berdatangan menjadi tenaga pengajar ahli untuk mengasah life skill para siswanya, bahkan banyak bantuan-bantuan yang diperoleh untuk anak-anak dhuafa ini tanpa di minta oleh Sari ataupun oleh para pengajar di sana. Bahwa semua bentuk bantuan itu semata-mata Allah yang menggerakkan. 

Dimuat pada majalah literasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kesan Pesan Untuk Blogspedia15DaysBlogChallenge

Ga kerasa, udah berakhir aja blog challenge rutinnya dari  blogspedia . Jujur banget, awal mau ikut rasanya maju mundur karena p...