Fatherless adalah suatu keadaan di mana tidak adanya figur ayah dalam perkembangannya. Seseorang dikatakan mengalami kondisi fatherless ketika ia tidak memiliki ayah atau atau tidak memiliki hubungan dekat dengan ayahnya karena situasi dan kondisi tertentu.
Menurut KPAI, fatherless diartikan sebagai anak yang bertumbuh kembang tanpa kehadiran ayah, atau anak yang mempunyai ayah tapi ayahnya tidak berperan maksimal dalam proses tumbuh kembang anak.
Keadaan ini akan membuat dampak buruk bagi tumbuh kembang anak. Seseorang yang mengalami fatherless rata-rata akan tumbuh rasa kurang percaya diri, cenderung menarik diri di kehidupan sosial, rentan terlibat salah pergaulan, juga akan rentan melakukan tindak kriminal dan kekerasan, kondisi kesehatan mental yang bermasalah, sering muncul perasaa depresi hingga pencapaian nilai akademis yang rendah.
Hal itu tentu saja terjadi ketika seorang anak dalam fase tumbuh kembangnya kehilangan sosok ayah yang seharusnya menjadi seorang panutan, Adanya kekosongan peran ayah dalam pengasuhan anak ini, terutama dalam periode emas, yakni usia 7-14 tahun dan 8-15 tahun sangat berpengaruh dalam urusan perkembangan emosi, kejiwaan dan pastinya prestasi akademik. Dampak fatherless bagi anak-anak yang masih menjalani fase bersekolah antara lain sulit konsentrasi, dan motivasi belajar yang rendah.
Dalam kehidupan yang banyak terjadi saat ini, meskipun anak memiliki ayah, namun mereka tidak mendapatkan pendampingan dan pengajaran dari sosok ayah secara baik maka tetap berdampak buruk bagi perkembangan masa depannya. Ayah seperti ada dan tiada dalam hidupnya. Kekosongan inilah yang rentan membawa dampak buruk bagi kehidupannya terutama dimasa mendatang.
Padahal ayah tidak hanya diharapkan memenuhi kebutuhan fisik sebagaimana gambaran profil ayah hari-hari ini. Namun anak-anak juga sangat menanti kasih sayang dan perhatian dari ayahnya.
Masyarakat juga umumnya menempatkan ayah sebagai pahlawan ekonomi keluarga tapi dalam banyak hal peran ayah untuk tumbuh kembang anak justru kurang. Dan ibu yang dianggap sebagai tokoh sentral dalam memenuhi tumbuh kembangnya, padahal itu juga menjadi tugas ayah. Dengan kata lain, figur ayah belum hadir secara optimal pada proses pengasuhan buah hatinya.
Anak yang mendapatkan kasih sayang dari ayah, tentu akan tumbuh lebih percaya diri, berani mengambil risiko dan memiliki daya juang yang baik. Anak yang tumbuh tanpa kehadiran ayah cenderung akan tumbuh menjadi pribadi yang rapuh, sulit mengambil keputusan hingga mengalami keterlambatan perkembangan psikologis.
Saat ini, fenomena fatherless dianggap sesuatu yang biasa, bukan merupakan masalah yang harus dicari solusinya, diputus mata rantai dari fatherless tersebur, jika dibiarkan mungkin justru akan semakin sulit ditangani. Hal itu dikarenakan, prioritas dan kebutuhan materiil masyarakat yang telah bertambah dan menjadi prioritas utama bagi para ayah.
Selain itu, faktor kesibukan demi mengejar target untuk kebutuhan sehari-hari juga dapat berdampak pada berkurangnya waktu dan kualitas kebersamaan di antara ayah dan anak.
Bagi anak laki-laki tanpa ayah akan berdampak pada agresivitas anak yang dapat menyebabkan keterlibatan dalam kenakalan remaja. Sedangkan bagi anak perempuan, ketiadaan ayah akan berdampak pada pengelolaan emosi anak, sulit mengambil keputusan dan cenderung mencari pengganti figur ayah. Salah satu dampak yang dapat terjadi adalah pacaran berisiko bagi anak perempuan dan mencari figur yang dianggap nyaman sebagai pengganti figur ayah. Dan apabila salah dalam mencari figur pengganti akan mengakibatkan pergaulan bebas.
Banyak orang yang beranggapan jika pengasuhan anak merupakan tanggung jawab dan tugas ibu saja. Padahal, mengasuh anak tidak boleh hanya dibebankan kepada ibu, tetapi ayah juga perlu mengambil peran penting.
Padahal, tumbuh kembang anak sangat dipengaruhi oleh kehadiran dari kedua orangtuanya dalam pengasuhan.
Jika ini terjadi, maka akan menimbulkan kekosongan emosi dan psikis anak yang dapat berdampak pada perilaku anak di kemudian hari.
Ini ditandai dengan masyarakat Indonesia yang memiliki kecenderungan tidak adanya peran atau keterlibatan sosok ayah yang hangat dalam kehidupan sehari-hari anak di rumah.
Selain ibu, adanya sosok ayah yang hebat akan menghasilkan anak-anak yang hebat pula. Jika dibandingkan dengan ibu, cara berinteraksi ayah kepada anaknya akan lebih komunikatif dengan penggunaan kosakata yang beragam.
Meskipun ibu menunjukkan keterlibatan yang lebih besar daripada ayah, terdapat banyak bukti yang cukup bahwa peran ayah memiliki pengaruh positif terhadap keterampilan akademis anak.
Jadi, pada dasarnya peran ayah dan ibu itu berbeda. Bukan hanya sosok ibu yang perannya dibutuhkan, tetapi kehadiran seorang ayah dalam kehidupan anak juga sangat penting agar terhindar dari kondisi fatherless.
Penyebab fatherless yang sering terjadi adalah disebabkan oleh perceraian kedua orangtua. Hal ini membuat anak broken home kehilangan kesempatan untuk berkomunikasi secara langsung dengan sang ayah setelah perceraian terjadi.
Anak akan menaktualisasikan ketidakpuasan yang mengindikasikan adanya kekosongan figur ayah di dalam hidupnya karena terbatasnya waktu komunikasi yang dimiliki. Kurangnya pertemuan anak karena perceraian juga bisa diakibatkan oleh pengaruh ibu.
Maka dari itu pentingnya interaksi ayah terhadap anak meski dengan hal yang sederhana sekalipun agar dapat turut memberi dampak positif bagi pertumbuhan anak.
Untuk para ayah, tolonglah manfaatkan waktu kebersamaan dengan anak dengan sebaik-baiknya. Ayah perlu memiliki pengetahuan yang baik tentang pengasuhan, komitmen untuk mengasuh dan waktu untuk membersamai anak-anak. Akhirnya, keterlibatan ayah dalam tumbuh kembang anak akan sangat bermanfaat bagi generasi masa depan bangsa. Kebahagiaan anak sejak dari kecil hingga besar akan membawa kebermanfaatan bagi generasi kedepannya. Maka dari itu stop fatherless, dampingi anak-anak secara optmal karena itu merupakan hak nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar