Sumber Gambar: Google
Keberhasilan seorang anak sangat dipengaruhi oleh keberhasilan dalam mendidiknya. Tidak hanya pendidikan formal namun pendidikan sikap dalam keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya menyumbangkan andil yang cukup besar dalam keberhasilan yang akan diraihnya. Kesuksesan seseorang tidak hanya ditentukan oleh intelegensi dalam bidang akademis. Jadi salah jika ada anggapan bahwa anak harus pintar bidang akademik seperti matematik atau pelajaran lainnya saja dan memandang bodoh terhadap anak yang kurang menonjol dalam bidang akademik tertentu.
Sepatutnya kita harus memandang aspek lain sebagai kelebihan dari seorang anak, seperti olah raga, bakat melukis, bakat menari dan kecakapan dalam berhubungan dengan teman-temannya. Dan tentunya yang harus kita kembangkan adalah membangun mental juara pada anak. Bahwa masing-masing anak adalah juara pada kelebihannya masing-masing.
Bagi seorang pendidik, baik orangtua maupun guru perlu memahami pentingnya membangun mental juara pada anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Karena mental juara merupakan kondisi dalam diri di mana seseorang mempersiapkan segala kondisi diluar dari yang diharapkan atas usaha yang dilakukan secara maksimal.
Oleh karenanya, sangat dibutuhkan kematangan sikap dan prilaku dari setiap anak dalam menyikapi keadaan yang dihadapinya. Memiliki jiwa pemenang merupakan salah satu faktor dalam meraih kesuksesan. Sikap ini akan menjadikannya memiliki semangat untuk dapat terus mencapai tujuan yang diinginkan. Seseorang yang memiliki mental juara akan berpikir secara positif tentang apa yang dihadapinya dalam keseharian.
Langkah 4B dapat dilakukan oleh seorang pendidik guna membangun mental juara pada anak. Diawali dengan langkah pertama yaitu belajar, proses belajar pada anak berlangsung setiap saat tanpa henti. Hanya saja berikan sugesti positif dengan mengatakan bahwa belajar adalah hal menyenangkan. Karena belajar tentu saja proses panjang yang melelahkan dan membosankan jika tidak dikemas secara menyenangkan oleh seorang pendidik. Langkah awal yang dilakukan ini cukup berat mengingat perlu konsistensi dalam melaksanakannya, terlebih ini proses menuju pembentukan mental juara pada anak. Anak berhak menentukan apa yang menjadi konsen minat dan bakat yang di sukai dan dimilikinya. Dan pendidik mengarahkan agar proses pembelajaran tepat kepada sasaran.
Langkah kedua adalah berlatih. Setelah proses panjang belajar yang dilakukan secara konsisten, maka perlu latihan secara baik dan tentu saja dilakukan berulang secara kontinu. Agar dapat memiliki kemampuan dari hasil belajar yang kuat maka perlu melakukan aktivitas latihan secara terus menerus dan dilakukan dengan tekun dan benar. Hal ini diperlukan jika benar-benar ingin memiliki mental juara dan dapat meraih yang dicita-citakan. Untuk itu perlu dilakukan dengan kesadaran akan pentingnya upaya agar dapat berhasil dan sukses.Tanpa ketekunan, belum cukup untuk dapat memiliki mental juara.
Langkah ketiga adalah berjuang. Puncak dari proses belajar dan berlatih adalah berjuang dalam sebuah kompetisi. Baik berupa sebuah ujian ataupun dalam sebuah pertandingan. Berjuang untuk mendapat hasil terbaik dari usaha yang terbaik. Kemampuan berkompetisi walau terkadang dinilai sebagai sesuatu yang tidak baik. Namun sebenarnya melalui berkompetensi memiliki aspek positif atau nilai manfaat tinggi terhadap pembentukan mental juara pada anak. Seorang anak yang mampu memiliki daya saing akan membantunya meningkatkan kualitas diri dan tentu saja meningkatkan rasa percaya dirinya. Melalui kompetisi dia akan belajar mengenali potensi dirinya sehingga dia dapat mengantisipasi apa yang sekiranya akan terjadi dan mempersiapkan diri terhadap sesuatu yang akhirnya dapat meningkatkan kualitas dirinya.
Langkah selanjutnya adalah berbesar hati. Juara tidak hanya merujuk pada anak yang memenangkan kompetisi tertentu. Anak bisa juga dikatakan juara saat dia berhasil melakukan apa yang seharusnya dia lakukan dan berbesar hati dengan hasil yang dicapai. Ini sebenarnya hakikat dari sebuah mental juara. Menang atau kalah dalam sebuah kompetisi dilaluinya dengan rasa legowo dan besar hati. Tanpa mengecilkan diri atau pihak lain. Proses ini dapat dilalui dengan baik jika dalam proses belajar, berlatih dan berjuang diatas dilalui dengan benar.
Anak yang telah melampaui 3 fase di atas dan memiliki mental juara dengan bisa menyikapi segala keadaan yang di terimanya akan membangun dirinya memiliki rasa sportivitas yang tinggi juga tentu saja akan memiliki sikap saling menghargai dan rasa kejujuran yang dijunjungnya.
Bermental juara tanpa perlu memiliki ambisi yang besar untuk menjadi juara dengan melakukan segala cara. Dan menumbuhkan mental juara bukan sesuatu yang dicapai secara mudah. Ada proses sosialisasi dan pembiasaan yang perlu dilakukan, terutama bila diterapkan sejak masa kanak-kanak. Pendidik perlu membantu dalam membentuk mental juara pada anak didiknya untuk menjadi pemenang dengan menghargai sekecil apapun prestasi yang dimiliki. Dengan begitu, mereka juga akan belajar untuk menghargai orang lain.
Mendidk untuk menjadi pemenang bukan dengan menuntut anak untuk selalu menjadi juara tetapi pemenang dalam melakukan perjuangan secara maksimal. Menghadapi kekalahan pun merupakan salah satu membentuk mental juara. Karena seorang anak tidak selalu menghadapi keberhasilan tetapi juga dalam saat-saat tertentu menghadapi kegagalan. Dengan adanya hal-hal seperti ini, justru anak belajar bahwa diperlukan usaha untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
Akhirnya menjadi catatan adalah bahwa mental juara dapat dibentuk oleh siapapun yang memiliki kepribadian positif, motivasi dan keinginan untuk mengembangkan potensi anak yang tangguh menghadapi tantangan. Karena setiap anak mampu menjadi juara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar