Senin, 11 Oktober 2021

Selendang Dara (Part 6)

 #Cerita_Bersambung

                                                                          Design By Canva

 

             Dara yang akhir-akhir ini sering menunjukkan rasa sedih yang teramat sangat, membuat Raden Arya Sena merasa trenyuh. Walau dalam hati terdalamnya mulai merasakan ketertarikannya dengan Dara. Gadis yang telah mencuri hatinya. Namun rasa cinta tak serta merta membuatnya egois untuk menahan gadis itu menemaninya sebagai Ndoro Ayu. Beberapa kali melihat gadis itu tersedu, membuat hatinya luluh mencari cara untuk bisa mengantarkan gadis manis itu kembali kepada kehidupannya.

            Ketika sore menjelang, selepas pemuda tampan ini mejalan kan tugasnya membantu sang ayah, Kanjeng Tumenggung Raka Sena untuk mengawasi kinerja para penjabat desa di wilayah kepemimpinannya agar berjalan dengan baik dan tidak semena-mena terhadap rakyat. Dan memang dimasa kepemimpinan Kanjeng Tumenggung Raka Sena, wilayah-wilayah di bawah kekuasannya dalam keadaan tentram dan damai, terlebih Raden Arya Sena cukup paiwai menjalankan fungsinya sebagai orang kepercayaan sang ayah yang kelak akan menggantikan posisi Kanjeng Tumenggung.

            Biasanya sepulang menunaikan tugasnya, jika merasa lelah pemuda ini memilih mengurung diri di kamar untuk beristirahat namun tidak akhir-akhir ini, langkah kakinya selalu menuju ke arah pendopo mengikuti suara gamelan yang mengalun berharmonisasi dengan alat musik lain dan membentuk bunyi-bunyian  indah yang mengiringi langkah seseorang yang sedang menari dengan gemulai dan menjiwai, penari itu adalah Dara. Kepenatan yang mendera hilang seketika, menerbitkan selarik senyum indah di wajah tampannya. Debaran jantungnya tak lagi bisa dikompromi untuk berdentum hebat di dadanya. Namun ada sesak yang juga hadir, tatkala gadis pujaan hatinya menangis tersedu ditengah-tengah gerakan tariannya, tubuhnya melorot ke bawah seketika para dayang dan penari istana mengelilingi Dara, memeluk dan menghiburnya. Sejak itu dia bertekad akan berupaya mengantarkan Dara mencari jalan untuknya pulang.

“Diajeng, aku berjanji, apapun yang terjadi akan berusaha membawamu kembali pulang kerumah asalmu, sudah jangan bersedih lagi.” Dara masih sesenggukkan mendengar ucapan Arya Sena.

“Tapi aku tidak tahu apakah cara ini akan berhasil membawaku pulang, Raden?.” Ujar Dara sangsi.

“Kita coba saja, semoga akan menemukan jalannya.”

            Saat ini, setelah sebentar beristirahat dipinggir hutan tempat pertama mereka bertemu, Arya Sena memberikan sebuah selendang yang sengaja dia beli beberapa hari lalu, saat dalam perjalanan pulang dan melewati sebuah desa yang kebetulan sedang ada hari pasaran. Matamya melihat ke arah pedagang kain yang menjual selendang.

            Pikirannya lalu tertuju pada Dara, karena setiap melihatnya menari selalu menggunakan sebuah selendang. Dan pemuda ini pikir, alangkah baiknya jika memberikan sebuah selendang dari bahan terbaik untuk Dara. Selendang  dari kain sutra terbaik berwarna dominan kuning gading dengan sedikit dilengkapi manik-manik menambah elegan siapapun yang melihatnya. Begitupun dengan Dara, ketika tadi dia berikan selendangnya, tak bisa dipungkiri ada kilat kekaguman dalam mata gadis itu melihat selendangnya.

            Dan tak kalah bahagia karena gadis itu memberikan selendangnya yang selalu menemaninya menari. Tanpa sadar pemuda itu tersenyum sambil memegang tali kekang kuda dan merapatkan tubuhnya pada tubuh Dara agar tidak jatuh pada saat kuda ini melaju lebih kencang.

            Memasuki hutan hari mulai gelap, terpaksa mereka berjalan kaki ke arah dalam, dan meninggalkan kuda putih tersebut. Mereka berdua berjalan beriringan, dan sesekali Arya Sena harus memegang tangan Dara karena gadis itu terpeleset saat menginjak tanah lembab dan berlumut.

“Hati-hati Diajeng, kita akan sampai ke tempat pertemuan kita saat itu.” Ujar Arya Sena.

“Raden, apa yang akan aku lakukan untuk bisa kembali ke masaku?,” Ujar Dara memandang mata teduh namun tajam, manumbuhkan gelenyer rasa yang pernh Dara rasakan jika bertemu dengan Kak Bienm. Ah Kak Biem masih kalah tampan dengan Raden Arya Sena. Haish, dara bicara apa itu.

            Sampai dilokasi, dara serta Arya Sena memindai sekeliling, mencari clue apa yang bisa dijadikan petunjuk memulangkan dara. Namun lebih dari satu jam, mereka belum menemukan ide apapun.  Dara mulai merasa lelah hanya tak sanggup mengatakan apa-apa.

“Maafkan aku Diajeng, baiknya kita pulang saja sekarang, karena hari sudah demikian malam,  besok akan kita  lanjutkan sampai menenemukan petunjuk.”

                 Meski kecewa, Dara akhirnya berjalan beriringan menuju kuda putih yang tadi ditambatkan dan membawa mereka bedua kembali ke istana Kanjeng Tumenggung. Saat ini dara kembali harus menelan kekecewaannya. Tak terasa  air mata mengalis deras lagi dan lagi. Raden Arya Sena pun tak mampu berkata-kata, hatinya ikut tersayat-sayat mendengar isak tangis Dara sampai memasuki kamar paviliunnya. Arya Sena tak serta merta masuk kedalam kamar. Dia memandang kamar Dara sambil menarik nafas panjang, dan langkah kakinya berbalik arah menaiki kuda putihnya dan mengendarai dengan cepat menembus gelapnya malam tanpa pengawalan seperti biasa. Entah kemana pemuda itu pergi selarut ini bahkan dalam kondisi lelah. Mungkin cinta yang membuatnya lebih kuat dari biasanya.

                                                             ------ Bersambung -----

2 komentar:

  1. Lelaki sejati yang demi kebahagiaan orang yang dicintai rela berkorban meski konsekuansi yang akan diterima akan menyakiti hatinya

    love banget buat bang Raden

    BalasHapus

Kesan Pesan Untuk Blogspedia15DaysBlogChallenge

Ga kerasa, udah berakhir aja blog challenge rutinnya dari  blogspedia . Jujur banget, awal mau ikut rasanya maju mundur karena p...