Minggu lalu. baru saja tes seleksi tahap 1 untuk penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) bagi guru-guru honorer yang mengajar di sekolah-sekolah negeri telah usai. Banyak peserta PPPK yang harus menelan pil pahit dan merasakan kekecewaan yang mendalam akibat tidak bisa lolos passing grade pada kompetensi teknis, termasuk honorer yang mengabdi bertahun-tahun di daerah bahkan di pelosok negeri, dan terbiasa mendapatkan penghasilan yang kurang layak harus pula mengalami kekecewaan atas hilangnya mimpi untuk mendapatkan penghasilan yang lebih layak.
Alih-alih kabar bahagia seperti yang dirasakan ketika wacana akan adanya pengangkatan honorer menjadi P3K kini dipatahkan dengan keadaan pasca tes tahap 1 ini. Pasalnya, guru-guru honorer yang tak bisa dibilang muda ini harus mengerjakan soal-soal teknis dengan jenis soal-soal yang disajikan adalah jenis soal Hots (Higher Order Thinking Skills) diartikan soal-soal yang mengukur kemampuan seseorang untuk berpikir tingkat tinggi. Bagaimanalah bisa mencapai passing grade yang tinggi untuk masing-masing latar belakang mata pelajaran yang diampu, jika selama ini mereka tinggal di daerah-daerah pelosok yang bahkan jaringan internet saja adalah sesuatu yang cukup mahal, jikapun ada jaringan tidak stabil jika diakses.
Atau kalaupun tinggal di perkotaan, tetap saja kapasitas otak yang sudah mulai ikut menua seiring bertambah banyaknya usia dan himpitan hidup di bawah penghasilan yang sangat minim sebagai honorer, tentu akan mengalami kesulitan mencerna jenis soal tersebut karena tak banyak waktu juga yang bisa dilakukan oleh guru-guru honorer apalagi di daerah-daerah pelosok, untuk meningkatkan kemampuannya, karena pasti membutuhkan biaya yang tak sedikit. Soal-soal teknis yang disajikan, lebih cocok untuk mereka-mereka yang baru saja mendalami materi-materi dalam bangku-bangku perkuliahan. Tidak mencerminkan sebagai materi yang diajarkan sepanjang pengalamannya mengajar sebagai guru honorer tersebut yang telah mengajar belasan bahkan puluhan tahun kepada siswa-siswanya.
Memang afirmasi diberikan untuk honorer yang berusia 35+ akan tetapi banyak juga dari guru-guru ini yang belum tersertifikasi, karena afirmasi untuk guru yang sudah tersertifikasi adalah 100% dari jumlah nilai maksimal ujian teknis. Sudah bisa diprediksi, jikapun ikut pada tahap II akan mengalami kalah poin dengan guru-guru sekolah swasta yang rata-rata memiliki sertifikat sertifikasi. Begitulah nasib guru honorer, pasca mendapatkan sedikit angin segar untuk bisa merubah nasibnya, harus ketar-ketir juga menghadapi hasil akhir yang diperoleh dan mempersiapkan diri menghadapi kekecewaan, karena memang tidak mencapai nilai minimal dari passing grade, menunggu hasil akhir perhitungan nilai berikut tambahan nilai afirmasi.
Namun saya yakin, apapun hasilnya, jika masih dibutuhkan dan tidak tergeser, guru-guru honorer ini akan tetap mengajar dan mengabdikan dirinya untuk membagi ilmu kepada siswa-siswa mereka di sekolah. Karena mengajar adalah tentang rasa dan kepuasan, meski penghasilan mempengaruhi juga sisi hidupnya yang lain. Semangat untuk terus berjuang, wahai Bapak dan Ibu guru. Honorer atau bukan, guru tetaplah guru.
Iya Bu. Guru, suka miris baca beritanya. Harusnya pemerintah memberi prioritas pada para honorer ini. Atau setidaknya apalah yang untuk menghargai jasa mereka.
BalasHapusBener banget, harusnya regulasi yang digunakan untuk guru-guru honorer yang sudah puluhan tahun mengajar yaa dibedakan mekanisme perekrutannya menjadi PPPK jika hanya melihat sisi kompetensi akademis yaa pastinya banyak yang kalah dengan para lulusan muda
BalasHapusKemarin sempat ramai juga perihal penerimaan Pegawai Pemerintah dengan perjanjian Kerja ini mbak, dan passing grade yang menjadi acuan inilah sumbernya. Istilahnya baru merasakan adanya angin surga, eh langsung dihempaskan. Tapi, aku yakin jika rezeki Biidznillah.. Semua bisa terlewati,semoga banyak guru honorer yang lulus P3K.
BalasHapusIyaa mba, aku miris banget baca berita, lihat para guru honorer yang sudah sepuh harus mengerjakan soal-soal yang tingkat kesulitannya tinggi sekali, berjuang melewati PG yg tinggi, jangan bilang soal peningkatan kompetensi selama ini, lhaa wong gaji buat makan aja sulit, bahkan banyak yg menerimanya 3 bulan sekali. Gimana ada dana buat peningkatan kompetensi?
BalasHapusBenar sekali bu guru, itupun yang bikin kami para guru honorer miris, perjuangan menuju jenjang karier sulit sekali perjuangannya apalagi kondisi pandemi seperti saat ini. Sempat nangis liat berita-berita rekan seperjuangan yang sudah senior dengan segala keterbatasan kesehatannya tetap mau berjuang agar lulus p3k. Apalagi sekarang gaji aja ga teratur seperti sebelum pandemi (aduh maaf curhat hahahaha)
BalasHapushahha, mau tiss deh rasanya
Hapusmungkin kita masih dalam kategori muda dan sedikit lebih beruntung bisa ada waktu dan sedikit biaya untuk meningkatkan kompetensi yaa,
kalo yang usianya mendekati masa pensiun, apa layak bersaing secara kompetensi kognitifnya dengan kita-kita ini yaa....hiks
Sedih Kak, padahal guru itu jasanya besar sekali. Baru menyadari pas punya anak sekolah :(
BalasHapusiya kak, edisi daring gini baru berasa kalau peran guru di sekolah dalam mendidik anak-anak kita ga kaleng-kaleng.
HapusIya ini miris banget, tadi ada berita Bupati Temanggung menyurati KEMENPAN-RB untuk menurunkan passing grade. Karena keterbutuhan guru masih di angka ribuan sedangkan yang lolos masih jauh dari harapan...
BalasHapusTadi sempet baca digrup guru, alhamdulillah katanya ada penambahan persentase afirmasi untuk yang usianya lanjut, semoga benar, kita lihat tanggal 24 ini hasilnya
HapusBenar Kak. Miris sekali rasanya😢 semangat untuk kita🔥
BalasHapusSemangaat untuk guru
Hapusapalagi yang masih berlabel honorer, lagi naik daun kita, hehehee