Lanjutan
Selepas SMA, dan setelah berdamai dengan keadaan karena gagal mendapatkan ijin melanjutkan pendidikan ke luar wilayah propinsiku, akhirnya aku memutuskan untuk mencari pekerjaan. Sudah beberapa perusahaan menerima aku menjadi karyawannya. Seperti perusahaan springbed, furniture, boneka, tak pernah bisa bertahan lama, seperti merasa bahwa ini bukan tempatku, dan terakhir perusahaan electric, yang katanya saat itu sistem penggajiannya diatas rata-rata perusahaan sekitarnya. Dan tentu saja penghasilan sebagai karyawan sangat cukup untuk sekedar nmemnuhi kehidupanku sendiri. Bisa mengikuti trend pakaian ataupun lifestyle dalam pertemanan semisal tempat makan-makan dan tempat nongkrong bersama teman-teman dengan menggunakan uang sendiri. Namun tetap saja hati sangat gelisah. Setiapkali bertemu dengan teman yang kebetulan sedang kuliah, entah kenapa malu dan iri luarbiasa. Padahal saat itu prosentase yang bekerja dan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi jauh lebih besar yang bekerja. Apalagi Bekasi merupakan salah satu daerah industri.
Jelang pendaftaran ujian masuk perguruan tinggi negeri, aku mulai berusaha meyempatkan diri belajar lagi. Entah dorongan dari mana. Yang pasti disela-sela istirahat, dalam bus jemputan bahkan sepulang kerja tengah malam sekalipun. Selalu menyempatkan diri belajar dan membahas soal-soal yang alhamdulillah materi sekolah masih erat dalam otak. Sehingga tidak banyak mengalami kesulitan dalam memahami soal-soal latihan yang bukunya sengaja aku beli. Entah cibiran, nyinyiran dan ucapan bernada mengejek langsung aku terima ketika dalam tas kerja selalu ada buku-buku persiapan menghadapi ujian masuk PTN.
Dan, saat pengumuman tiba, tak terkira rasa bahagia ketika ada namaku dalam koran pagi itu, diterima sebagai calon mahasiswa di salah satu kampus negeri pencetak para guru di wilayah Jakarta. Ketika memberitahukan tersebut kepada emak dan bapak, beliau senang sekaligus sedih. Karena memikirkan kelanjutan biaya kuliah kedepannya bagaimana. Tapi aku meyakinkan bahwa aku bisa, dan Allah akan menolong hambaNya dan juga meninggikan derajatnya bagi yang mau berjuang menuntut ilmu, seperti kata guru SD ku dulu.
Perjalanan perkuliahan tak selalu berjalan mulus tentu saja. Namun juga bersyukur setiap mengalami permasalahan pelik selalu Allah beri jalan keluar. Dikala teman-teman lain bisa leluasa menggunakan uangnya untuk jajan, aku harus berfikir apakah cukup untuk ongkos pulang nanti. Disaat teman-teman menggunakan pakaian-pakaian kekinian, aku harus puas dengan baju-baju yang aku beli semasa kerja. Bersyukur teman-teman banyak membantu menjalani terjalnya masa-masa itu. Tapi hal sulit itu tidak berlangsung lama, aku tak mau terpuruk terus dalam ketidakberdayaan. Mulailah meluaskan jaringan mencari informasi-informasi pekerjaan yang bisa aku lakukan paruh waktu. Dan Allah maha baik disaat itu aku mendapatkan beasiswa juga mendapatkan pekerjaan sebagai guru les dan guru honorer di sekolah. MasyaAllah.
Dan yang tak terduga berikutnya, ketika aku memutuskan untuk menikah dan menyandarkan seluruh pembiayaan kuliah kepada suamiku yang saat itupun masih kuliah. Tak mudah, tapi rasanya lebih enteng, karena bisa saling bahu membahu menyelesaikan apa yang menjadi kewajiban kami kepada diri sendiri, orangtua, lingkungan dan juga pada Sang Pemilik ilmu. AmanahNya untuk bisa mengamalkan ilmu, salah satunya dengan mendapatkan lisensi sebagai sarjana. Agar mudah diterima oleh banyak kalangan.
Dan sesuai dengan pendidikan yang aku pilih yaitu kampus yang sebagian besarnya mencetak para guru. Maka aku akhirnya bisa menyandang gelar itu, menjadi guru, gelar yang insyaAllah aku bangga atasnya dan ingin terus menyandang gelar itu juga mengamalkan apa yang telah aku raih, dan akan terus belajar untuk kemudian berbagi ilmu hingga kelak Allah cukupkan nafas di dunia. Gelar guru ini yang aku peroleh dengan kebanggan atas apa yang telah terlewati dengan berdarah-darah dan juga airmata. Kini di kelas-kelas yang aku sebagai guru didalamnya, atau bahkan diluar-luar ruang kelas, aku selalu mengatakan, jangan pernah menyerah pada nasib. Berusahalah sampai nasib akan berpihak kepadamu. jangan lupa juga untuk berdoa, Allah punya segalanya. Semangat.
đź’“Bekasi, dalam haru biru nya hatiđź’“
Masya Allah buguru. Aku speechless. So proud of you lah
BalasHapusAku juga bangga padamu mbak, meski kamu bilang telat melanjutkan pendidikan, tapi akhirnya kamu memenangkan peperangan batin itu kan mbak...
BalasHapusselalu semangaat untuk kita yang berdarah-darah untuk bisa mengeyam pendidikan lebih tinggi
Aku juga pingin jadi guru yang mumpuni kak...
BalasHapusKamu pasti bisa, Kak....
HapusCeritanya mirip sekali denganku, kaka guru
BalasHapusJadi inspirasi buat nulis di blogku deh
Jalan hidup benar tidak ada yang tahu ya
Benar kak, jatuh bangun menggapai mimpi, sempet putus asa, tapi bisa bangkit, walau memang pencapaian tidak seperti yang diangankan, tapi bukan berarti gagal, hanya sedikit berbelok ke jalan lain aja.
Hapus