Rabu, 15 September 2021

Tentang Bapak Dan Rasa Kehilangan

 

 

Foto : dengan bapak dan dengan nisan bapak 

 

“Sebelumnya, tak pernah terpikir bahwa kehilanganmu akan melemahkan diri dan menjadi tak berdaya seperti ini, dan betapa ruginya aku telah menyia-nyiakan waktu-waktu berlalu dengan melawanmu dan tidak mendengarkan nasehatmu. Tapi justru sekarang saat kau tidak lagi ada di dunia ini, aku justru menjalani hidup seperti yang kamu ajarkan kepadaku, Pak”

 

            Pernahkah merasakan kehilangan?, sepertinya hampir semua dari kita pernah merasakan kehilangan, dan rasanya sulit untuk didefinisikan, sedih, marah, kecewa dan pastinya menangis. Apalagi kehilangan oleh sosok  yang telah berjuang sepanjang hidupnya untuk memberikan yang terbaik untukku selama hidupnya, dan itu adalah sosok seorang bapak.    

            Barangkali ini menjadi kehilangan mendalam yang pernah aku rasakan selama ini. Air mata yang terus mengalir rasanya tidak cukup untuk menggambarkan betapa aku kehilangan dan tentu saja tidak bisa mengobati rasa kehilangan itu. Keadaan hati semakin terguncang apabila mengingat bahwa kita tak lagi bisa berjumpa denganmu,  Pak.

            Kepergian bapak tercinta membuatku merasa lemah dan tak berdaya. barangkali menjadi titik di mana akhirnya aku sadar kalau semua nasehat yang disampaikan bapak selama ini memang untuk kebaikanku sendiri. Keberadaannya selalu menenangkan, gurat tua wajahnya memberi energi luarbiasa untukku ketika tengah mengadukan masalah yang aku hadapi. Cengrama dan canda bapak selalu bisa menghangatkan suasana di rumah, ketika berkesempatan kami berkumpul di rumah bapak. Ada pijar bahagia terpancar dari wajah tuamu saat kita semua bisa berkumpul dan menceritakan banyak hal. Aku rindu saat itu, Pak.

           Kilasan-kilasan waktu bersamamu, menjadi kenangan yang akan selalu aku rindukan setiap saat. Dapat berkumpul dengan ibu, kakak, ataupun adik, keponakan adalah momen yang selalu engkau harapkan dulu. Dan kini kami rindukan.

           Hingga hari itu, ketika sakit yang engkau derita membawamu menemui Sang Pemilik Kehidupan, rasanya dunia ikut runtuh menimpaku. Kepergian bapak untuk selamanya, rasanya berlipat-lipat ganda lebih menyesakkan dari sekedar kehilangan sebuah barang berharga yang mahal harganya. Lebih menyakitkan. Perihnya bukan hanya terasa sehari, seminggu, atau sebulan, sampai setahun dan bertahun-tahun berikutnya pun sakit itu masih akan terasa. Bahkan pernah ada momen membuat kami yang ditinggalkan berpikir ‘kalau saja bapak masih ada." dan itu menyesakkan dada,  lagi-lagi meluruhkan air mata.

Bapak, meskipun saat ini kita sudah dipisahkan oleh kematian, tapi hubungan kita tetap sebagai bapak dan anak yang tidak akan pernah putus. Proses untuk menerima bahwa engkau sudah tak bisa lagi aku temui di dunia tidaklah mudah. Walau kami menyadari, mau tak mau, tidak bisa memungkiri bahwa setiap manusia yang ada dalam dunia ini akan menghembuskan napas terakhirnya, akan kembali kepada Allah.

            Dulu aku terlalu abai, saat masih bisa bertemu tatap muka, dan harusnya bisa sepuasnya mengutarakan kata sayang kepada bapak. Sayangnya, kehendak Allah berkata lain yang akhirnya membuat kita mesti berpisah lebih cepat dengannya. Kesempatan terakhir untuk bisa menghabiskan waktu bersamamu yang telah dilewatkan meninggalkan luka tersendiri dalam hati. Dan akhirnya hanya mampu memanjatkan doa kepada Allah karena waktu yang tidak bisa diputar kembali, dan yang menghubungkan kita saat ini hanya doa-doa yang aku panjatkan, untuk kebahagiannmu di sana. Menuju taman-taman syurga. .Kepergian bapak yang hampir tiga bulan ini memberikan ruang kekosongan yang mendalam dan pengalaman hidup yang menyakitkan.

            Kehadiran seorang bapak yang bisa membimbingku mengarungi lika-liku hidup akan menjadi salah satu harta berharga yang aku miliki. Semoga kelak kita bisa bersama lagi di syurgaNYA Allah ya, Pak!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  MODUL AJAR MANUSIA, RUANG DAN LINGKUNGAN     I.           IDENTITAS MODUL                                                 ...